Artikel Terbaru

TBC Paru : Artikel Tentang TBC Paru

TBC PARU ADALAH
TBC adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Basil Mycobacterium Tuberculosis atau basil tuberkel yang tahan asam. (Tambayong, 2000: 111). Penularannya melalui udara apabila orang yang menderita TBC dalam paru-paru atau tenggorokan batuk, bersin atau berbicara sehingga kuman/basil dilepaskan ke udara. Kuman/basil dapat bertahan beberapa jam dalam suhu kamar/lingkungan rumah, maka jika ada orang disekitar penderita maka kuman/basil akan mudah menular ke semua orang disekitarnya/yang kontak dengan penderita.

Kebanyakan orang mendapat/tertular kuman TBC adalah orang yang sering berada di dekat penderita, seperti anggota keluarga, teman atau rekan kerja. Karena orang yang terdekat dan paling sering kontak/berkomunikasi dengan penderita adalah keluarganya, maka orang mengetahui dan menduga penyakit TBC adalah penyakit keturunan dan sulit untuk disembuhkan. Sehingga perlu adanya pemahaman dan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh penderita dan keluarga untuk mencegah penularan/penyebaran penyakit.

Adanya kontak dengan BTA positif dapat menjadi sumber penularan yang berbahaya karena berdasarkan penelitian akan menularkan sekitar 65% orang di sekitarnya (Depkes IDAI, 2008: 12). Kasus seperti ini sangat infeksius dan dapat menularkan penyakit melalui batuk, bersin dan percakapan, juga peralatan yang terkontaminasi kuman TBC. Semakin sering dan lama kontak, makin besar pula kemungkinan terjadi penularan. Sumber penularan bagi bayi dan anak yang disebut kontak erat, adalah orangtuanya, orang serumah atau orang yang sering berkunjung.

Bakteri ini sangat lambat pertumbuhannya, mereka memecah diri setiap 16-20 jam. Matinya juga sangat lambat, perlu waktu sedikitnya 6 bulan bagi obat-obatan yang ada untuk membunuh seluruh bakteri. Dengan pengobatan TBC yang lama dan perlu adanya ketelatenan dari penderita untuk tetap teratur mengkonsumsi obat yang diberikan (Obat Anti Tuberkulosis/OAT). Kuman TBC hanya dapat dibasmi dengan obat-obatan (program DOTS yang memerlukan Pengawas Minum Obat/PMO untuk mengawasi/mengingatkan penderita minum obat) yang disertai makan makanan bergizi serta pola hidup sehat.

Sehingga selama terapi perlu adanya pemahaman bahwa masih ada kemungkinan terjadi penularan pada orang disekitarnya/khususnya keluarga jika tidak dilakukan tindakan pencegahan penularannya baik oleh penderita maupun orang disekitarnya khususnya keluarga untuk mendukung terlaksananya program terapi. Depkes (2008: 3) Sekitar 75% Pasien TB adalah kelompok usia paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun).

Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3-4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika dia meninggal akibat TB, maka akan kehilangan pendapatan sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat. Depkes (2008: v) Kerugian yang diakibatkan sangat besar, bukan hanya aspek kesehatan semata tetapi juga dari aspek sosial maupun ekonomi. Dengan demikian TB merupakan ancaman terhadap cita-cita pembangunan meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Karenanya perang terhadap TB berarti pula perang terhadap kemiskinan, ketidakproduktifan dan kelemahan akibat TB.

Meskipun penderita tinggal di lingkungan yang kurang sehat dan kondisi sosial ekonomi yang kurang mendukung diharapkan penderita dan orang-orang yang ada disekitarnya/keluarga melaksanakan perilaku hidup sehat/tindakan-tindakan pencegahan dengan benar sesuai anjuran/arahan petugas puskesmas dalam upaya menekan semakin meningkatnya angka kesakitan dan kematian yang disebabkan TBC Paru di masyarakat.

Misalnya dengan cara penemuan kasus secara dini dengan mengenal tanda dan gejala TBC, minum obat secara teratur, menutup mulut waktu bersin/batuk, tidak meludah disembarang tempat, menjemur tempat tidur penderita, meningkatkan ventilasi dan pencahayaan rumah penderita (membuka pintu dan jendela terutama saat pagi, pemasangan genteng kaca karena kuman TBC akan mati jika terpapar sinar matahari/sinar ultra violet) dan memisahkan alat-alat yang telah digunakan penderita karena kemungkinan sudah terkena basil TBC yang dapat menular pada orang lain serta menerapkan pola hidup sehat dalam masyarakat dengan mengkonsumsi makanan bergizi.

Riskesda (2008:105) prevalensi TB paru cenderung meningkat sesuai bertambahnya usia dan prevalensi tertinggi pada usia lebih dari 65 tahun. Prevalensi TB Paru 20% lebih tinggi pada laki-laki dibanding perempuan dan tiga kali lebih di pedesaan dibandingkan perkotaan dan empat kali lebih tinggi pada pendidikan rendah dibandingkan di pendidikan tinggi. Dalam Gerdunas-TBC, (2002c: 3) Penularan TBC akan lebih mudah terjadi jika terdapat dalam situasi hunian padat (overcrowding) , sosial ekonomi yang tidak menguntungkan (social deprivation), lingkungan pekerjaan dan perilaku hidup tidak sehat dalam masyarakat. Depkes RI, (2008: 5).

Yang beresiko tertular TBC Paru diantaranya orang-orang yang kontak fisik secara dekat dengan penderita, orang-orang tua, anak-anak, orang-orang bertaraf hidup rendah dan memiliki akses rendah terhadap fasilitas kesehatan serta orang-orang yang sedang sakit dan turun daya tahan kekebalan tubuhnya. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi penderita TB adalah daya tahan tubuh yang rendah diantaranya karena gizi buruk atau HIV/AIDS. Resiko penularan setiap tahun di Indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi ( Annual Risk of Tuberculosis Infection = ARTI ) antara 1-3% dan 50 persennya dengan BTA positif.

Adanya kontak dengan BTA positif dapat menjadi sumber penularan yang berbahaya karena berdasarkan penelitian akan menularkan sekitar 65% orang di sekitarnya (Depkes IDAI, 2008: 12). Kasus seperti ini sangat infeksius dan dapat menularkan penyakit melalui batuk, bersin dan percakapan, juga peralatan yang terkontaminasi kuman TBC. Semakin sering dan lama kontak, makin besar pula kemungkinan terjadi penularan. Sumber penularan bagi bayi dan anak yang disebut kontak erat, adalah orangtuanya, orang serumah atau orang yang sering berkunjung.

Bakteri ini sangat lambat pertumbuhannya, mereka memecah diri setiap 16-20 jam. Matinya juga sangat lambat, perlu waktu sedikitnya 6 bulan bagi obat-obatan yang ada untuk membunuh seluruh bakteri. Dengan pengobatan TBC yang lama dan perlu adanya ketelatenan dari penderita untuk tetap teratur mengkonsumsi obat yang diberikan (Obat Anti Tuberkulosis/OAT). Kuman TBC hanya dapat dibasmi dengan obat-obatan (program DOTS yang memerlukan Pengawas Minum Obat/PMO untuk mengawasi/mengingatkan penderita minum obat) yang disertai makan makanan bergizi serta pola hidup sehat.

Sehingga selama terapi perlu adanya pemahaman bahwa masih ada kemungkinan terjadi penularan pada orang disekitarnya/khususnya keluarga jika tidak dilakukan tindakan pencegahan penularannya baik oleh penderita maupun orang disekitarnya khususnya keluarga untuk mendukung terlaksananya program terapi. Depkes (2008: 3) Sekitar 75% Pasien TB adalah kelompok usia paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3-4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika dia meninggal akibat TB, maka akan kehilangan pendapatan sekitar 15 tahun.

Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat. Depkes (2008: v) Kerugian yang diakibatkan sangat besar, bukan hanya aspek kesehatan semata tetapi juga dari aspek sosial maupun ekonomi. Dengan demikian TB merupakan ancaman terhadap cita-cita pembangunan meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Karenanya perang terhadap TB berarti pula perang terhadap kemiskinan, ketidakproduktifan dan kelemahan akibat TB.

PERAWATAN TBC PARU
Pengertian
Tuberkulosis adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru. TBC adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri “Mycobacterium Tuberculosis”.

Suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis, bersifat tahan asam dan mudah menular melalui udara.

Etiologi

Tuberkulosis disebabkan oleh Bakteri Mycobacterium Tuberkulosis. Bakteri tersebut merupakan batang aerobik tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas sinar ultraviolet.

Cara Penularan
1) Secara langsung
(1) Berbicara berhadapan
(2) Air Born/percikan air ludah
(3) Berciuman
(4) Udara bebas (dalam satu kamar)
2) Secara tidak langsung/melalui alat-alat yang tercemar basil.
(1) Makanan/minuman
(2) Tidur
(3) Saputangan
(4) Mandi

Depkes RI (2008: 5) cara penularan TBC adalah :
1) Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
2) Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan 3000 percikan dahak.
3) Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan gelap dan lembab.
4) Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.
5) Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
Tanda dan Gejala
Gejala dan tanda yang ditemukan pada penderita Tuberkulosis adalah:
1) Batuk-batuk kurang lebih 2 minggu
2) Keluaran mukus/dahak kurang lebih 2 minggu
3) Anoreksia/nafsu makan menurun
4) Badan lemah, letih dan cepat lelah
5) Dada terasa sakit
6) Sering terjadi febris, temperature naik 38-39ºC (jika terjadi komplikasi temperatur lebih dari 39ºC).
7) Hiperpireksia kurang lebih 2 minggu
8) Bila berat terjadi Caverne dan batuk darah/hemoptoe
9) Kadang-kadang terjadi dispnoe sampai cyanosis.
10) Pemeriksaan Laboratorium:
(1) Leukosistosis
(2) Hb turun/anemia
(3) LED meningkat/tinggi
(4) Eritrosit menurun jika kronis
(5) Sputum BTA +
(6) Faeses/urine basil positif
11) Pemeriksaan Radiologi/foto thoraks menunjukan adanya kesan:
(1) Koch Pulmonal aktif
(2) Adanya jaringan parut/fibrosis
(3) Gambaran keruh

Pada orang yang terinfeksi oleh bakteri tuberculosis, secara alamiah tubuh memiliki mekanisme pertahanan untuk melawan perkembangan bakteri. Akibatnya bakteri menjadi inaktif, tetapi masih tetap tinggal di dalam tubuh. Inilah yang disebut dengan latent tuberculosis. Pasien yang mengalami latent tuberculosis memiliki ciri-ciri:
1) Tidak mengalami gejala TBC.
2) Tidak merasa sakit.
3) Tidak dapat menyebarkan bakteri tuberculosis.
4) Biasanya pada PPD test (tuberculosis skin test reaction) memberikan hasil positif.
5) Pada beberapa kasus, dapat mengalami perkembangan menjadi active tuberculosis jika tidak menerima terapi.

Apabila pasien yang tidak menerima pengobatan, mengalami penurunan daya tahan tubuh maka latent tuberculosis akan berkembang menjadi active tuberculosis. Active tuberculosis adalah kondisi di mana sistem imun tubuh tidak mampu untuk melawan bakteri tuberculosis yang terdapat dalam tubuh, sehingga menimbulkan infeksi terutama pada bagian paru-paru.

Gejala untuk active tuberculosis meliputi :
1) Batuk berkepanjangan selama 3 minggu atau lebih.
2) Nyeri pada bagian dada.
3) Batuk berdahak atau berdarah.
4) Penurunan berat badan.
5) Demam, menggigil dan berkeringat pada malam hari.
6) Kelelahan dan kehilangan selera makan.

Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.
Tuberculosis pada anak-anak seringkali tidak menimbulkan gejala khusus.

Gejala utama TB pada orang dewasa adalah batuk berdahak yang terus menerus selama 3 minggu atau lebih. Sayangnya, pada anak-anak, umumnya batuk lama bukan gejala utama TB. Batuk lama, juga bisa manifestasi dari alergi.

Meskipun menular, tetapi orang tertular tuberculosis tidak semudah tertular flu. Penularan penyakit ini memerlukan waktu pemaparan yang cukup lama dan intensif dengan sumber penyakit (penular). Menurut Mayoclinic, seseorang yang kesehatan fisiknya baik, memerlukan kontak dengan penderita TB aktif setidaknya 8 jam sehari selama 6 bulan, untuk dapat terinfeksi. Sementara masa inkubasi TB sendiri, yaitu waktu yang diperlukan dari mula terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 (enam) bulan.

Dalam Diagnosis & Tatalaksana Tuberkulosis Anak (2008 :12 ), gejala umum TB pada anak-anak adalah sebagai berikut :
1) Berat badan di bawah garis merah atau bahkan gizi buruk, sehingga penurunan berat badan menjadi kriteria penting. Penurunan berat badan selama 2 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas .
2) Demam lama/berulang yang lama (> 2 minggu) tanpa sebab yang jelas, setelah disingkirkan kemungkinan penyebab lainnya (bukan tifus, malaria atau infeksi saluran nafas akut). Dapat juga disertai keringat malam.
3) Pembesaran kelenjar getah bening yang tidak sakit, di leher, ketiak dan lipatan paha.
4) Gejala –gejala dari saluran nafas, misalnya batuk kronik lebih dari 3 minggu (setelah disingkirkan sebab lain dari batuk), nyeri dada ketika bernafas atau batuk.

Apabila bakteri TB menyebar ke organ-organ tubuh yang lain, gejala yang ditimbulkan akan berbeda-beda. Misalnya;
1) Tanda bahaya : Kaku kuduk, kejang, penurunan kesadaran dan kegawatan lain misalnya sesak nafas.
2) Gibbus, koksitis.
3) Foto thoraks menunjukan gambaran milier, kavitas, efusi pleura.
Namun harus dicermati pula bahwa gejala-gejala di atas bukan monopoli TBC, karena banyak juga jenis penyakit lain yang menimbulkan gejala serupa. Meski begitu, bila anak mengalami gejala-gejala seperti tersebut diatas, sah-sah saja bila orangtua curiga.

Tetapi kecurigaan ini harus dimanisfestasikan secara rasional, dengan cara memastikan dengan sebenar-benarnya apakah anak mengidap TBC atau tidak. Terlebih bila ada orang dewasa (yang sehari-hari bergaul dekat dengan anak) yang sakit TBC, maka orangtua ’wajib’ memeriksakan kondisi kesehatan anak.

Pengambilan dahak pada anak biasanya sulit, maka diagnosis TB anak perlu kriteria lain dengan menggunakan sistem skor.

Patofisiologi
Jika seseorang yang belum pernah terpapar TB, menghirup cukup banyak tuberkel ke dalam alveoli maka terjadilah infeksi tuberkulosis. Reaksi tubuh tergantung pada kerentanan, besarnya basil yang masuk dan virulensi organisme. Peradangan terjadi dalam alveoli/parenkim paru dan pertahanan tubuh alami berusaha melawan infeksi tersebut. Makrofak menangkap organisme lalu dibawa ke sel T. Proses radang dan reaksi sel menghasilkan sebuah nodul pucat kecil yang disebut tuberkel primer.

Di bagian tengah tengah nodul terdapat basil tuberkel. Bagian luar mengalami fibrosis, bagian tengah kekurangan makanan, mengalami nekrosis atau yang disebut dengan proses pengkejuan. Bagian tengah nekrotik dapat mengapur/kalsifikasi atau mencair, materi cair ini dapat dibatukan keluar meninggalkan rongga/caverne dalam parenkim paru (tampak pada foto thorax). Bila hanya tampak nodul yang telah mengalami pengkapuran/tuberkel Ghon yang disertai dengan pembesaran kelenjar limfe di hilus paru bersama-sama maka disebut kompleks primer.

Kondisi tersebut membuat peka seseorang terhadap basil tuberkel dan jika dilaksanakan tes tuberkulin akan memberi reaksi positif basil. Seseorang yang pernah terkena basil tuberkulosis akan menetap dalam paru dalam keadaan tenang dan terbungkus/dormant dan bertahan seumur hidup. Kondisi fisik yang menurun dapat menyebabkan basil tersebut aktif kembali. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah 4-6 minggu. Adanya infeksi dibuktikan dengan tes kulit dengan hasil positif.

Yang beresiko tinggi tertular Tuberkulosis adalah:
1) Orang-orang yang kontak fisik secara dekat dengan penderita
2) Orang-orang tua
3) Anak-anak
4) Pengguna psikotropika
5) Orang-orang bertaraf hidup rendah dan memiliki akses rendah terhadap fasilitas kesehatan.
6) Pengidap HIV
7) Orang-orang yang berada di negara yang terkena epidemi TBC
8) Orang-orang yang sedang sakit dan turun daya tahan kekebalan tubuhnya.

Risiko terinfeksi dengan basil TB berhubungan langsung dengan tingkat pajanan dan tidak ada hubungan dengan faktor keturunan atau faktor lainnya pada pejamu. Periode yang paling kritis timbulnya gejala klinis adalah 6–12 bulan setelah infeksi.

Resiko untuk menjadi sakit paling tinggi pada usia dibawah 3 tahun dan paling rendah pada usia akhir masa kanak-kanak dan risiko meningkat lagi pada usia adolesen dan dewasa muda, usia tua dan pada penderita dengan kelainan sistem imunitas. Reaktivasi dari infeksi laten yang berlangsung lama sebagian besar terjadi pada penderita TB usia lebih tua. Untuk mereka yang terinfeksi oleh basil TB kemungkinan berkembang menjadi TB klinis meningkat pada penderita HIV/AIDS, mereka dengan kelainan sistem imunitas, mereka dengan berat badan rendah dan kekurangan gizi, penderita dengan penyakit kronis seperti gagal ginjal kronis, penderita kanker, silikosis, diabetes, postgastrektomi, pemakai NAPZA.

Orang dewasa dengan TB laten yang juga disertai dengan infeksi HIV kemungkinan untuk menderita TB klinis selama hidupnya berkisar antara 10% sampai dengan 60–80%. Interaksi kedua penyakit ini mengakibatkan terjadinya pandemi paralel dari penyakit TB: misalnya dinegara - negara Sub Sahara di Afrika 10–15% orang dewasa menderita infeksi HIV dan TB. Angka kesakitan TB meningkat 5–10 kali lipat pada akhir pertengahan tahun 1990-an. (Depkes RI, 2005)

Penatalaksanaan
1) Pengobatan TBC
(1) Minum obat dengan teratur dan benar sesuai dengan anjuran dokter selama 6 bulan berturut-turut tanpa terputus. Jenis, jumlah, dan dosis obat yang cukup serta teratur dalam menjalankan proses pengobatan.Bila minum obat tidak teratur maka dapat berakibat kuman TBC tidak mati, tumbuh resistensi obat, kuman menjadi kebal sehingga penyakit TBC sulit sembuh.
(2) Makan makanan yang baik dengan gizi yang seimbang
(3) Istirahat yang cukup
(4) Berhenti merokok, hindari minum minuman beralkohol dan obat bius
(5) Anggota keluarga ikut aktif dalam memperhatikan si penderita dalam meminum obatnya secara teratur dan benar
(6) Dianjurkan meminum obat dalam keadaan perut kosong (pagi)

Depkes (2008 : 20) Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.

2) Perawatan
(1) Perawatan bagi TBC aktif dan TBC pasif walaupun menggunakan obat anti tubercolusis (OAT) yang sama namun periode perawatannya berbeda. Penderita TBC pasif (infeksi TBC) cukup diberi perawatan dalam waktu 6 bulan yang dikenal dengan perawatan pencegahan. Sedangkan penderita TBC aktif (penyakit TBC) memerlukan waktu 6-9 bulan dan tindakan isolasi mungkin diperlukan ketika dianggap menular. Perawatan dalam kedua keadaan itu disertai dengan mengkonsumsi makanan bergizi, istirahat yang cukup dan mengikuti saran-saran dokter.

(2) Karena pengobatan ini memerlukan waktu yang lama dan obat-obatan yang diminum juga banyak, maka faktor kepatuhan penderita minum obat sangat diperlukan untuk mencegah kegagalan terapi atau resistensi. Untuk itu dilakukan strategi penyembuhan TBC jangka pendek dengan pengawasan langsung atau dikenal dengan istilah DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse).Dalam DOTS ada seseorang yang akan mengawasi serta mengingatkan penderita minum OAT yang disebut dengan Pengawas Minum Obat (PMO). Biasanya PMO ini berasal dari keluarga atau kerabat dekat penderita.

Dengan menggunakan strategi DOTS, proses penyembuhan TBC dapat secara cepat dan tepat. DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) adalah strategi penyembuhan TBC jangka pendek dengan pengawasan secara langsung.Strategi DOTS memberikan angka kesembuhan yang tinggi, bisa mencapai 95%.
(3) Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen, yaitu:
a) Adanya komitment politis dari pemerintah untuk bersungguh-sungguh menanggulangi TBC, sehingga dengan adanya peran serta berbagai unsur pemerintah dan masyarakat diharapkan program ini berjalan sukses.
b) Meningkatkan deteksi dini dan kemampuan diagnosis penyakit TBC di pusat pelayanan kesehatan perifier (Puskesmas)
c) Pengobatan TBC dengan Obat Anti TBC (OAT) jangka pendek dengan diawasi secara langsung oleh Pengawas Minum Obat (PMO)
d) Tersedianya OAT yang terjangkau penderita secara konsisten
e) Pencatatan dan pelaporan penderita TBC

3) Pencegahan Penyebaran Tuberkulosis
Cara-cara pencegahan :
1) Temukan semua penderita TB dan berikan segera pengobatan yang tepat.
2) Sediakan fasilitas medis yang memadai, misalnya laboratorium dan alat rontgen, tempat tidur untuk penderita yang memerlukan perawatan.
3) Beri penyuluhan kepada masyarakat tentang cara-cara penularan dan cara-cara pemberantasan serta manfaat penegakan diagnosa secara dini.
4) Mengurangi dan menghilangkan kondisi sosial yang yang mempertinggi resiko terjadinya infeksi, misalnya kepadatan hunian.
5) Program pemberantasa TB harus ada di seluruh fasilitas kesehatan dan di fasilitas dimana penderita HIV/penderita imunosupresi lainnya ditangani (seperti di Rumah Sakit, tempat rehabilitasi, pemakai Napza, panti asuhan anak terlantar).
6) Pemberian INH sebagai pengobatan preventif memberikan hasil yang cukup efektif untuk mencegah progresivitas infeksi TB laten menjadi TB klinis. Berbagai penelitian yang telah dilakukan terhadap orang dewasa yang menderita infeksi HIV terbukti bahwa pemberian rejimen alternatif seperti pemberian Rifampicin dan Pyrazinamide jangka pendek ternyata cukup efektif.
7) Sediakan fasilitas perawatan penderita dan fasilitas pelayanan diluar institusi untuk penderita yang mendapatkan pengobatan dengan sistem (DOPT/DOTS) dan sediakan juga fasilitas pemeriksaan dan pengobatan preventif untuk kontak.
8) Terhadap mereka yang diketahui terkena infeksi HIV segara dilakukan tes Mantoux menggunakan PPD kekuatan sedang.
9) Di AS dimana imunisasi BCG tidak dilakukan secara rutin terhadap mereka yang mempunyai risiko tinggi tertulari TB dan HIV dilakukan tes tuberkulin secara selektif dengan tujuan untuk menemukan penderita.
10) Pemberian imunisasi BCG terhadap mereka yang tidak terinfeksi TB (tes tuberkulin negatif), lebih dari 90% akan memberikan hasil tes tuberkulin positif.
11) Lakukan eliminasi terhadap ternak sapi yang menderita TB Bovinum dengan cara menyembelih sapi-sapi yang tes tuberkulin positif. Susu dipasteurisasi sebelum dikonsumsi.
12) Lakukan upaya pencegahan terjadinya silikosis pada pekerja pabrik dan tambang.

Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya (Depkes RI, 2005)
1) Laporkan segera kepada instansi kesehatan setempat jika ditemukan penderita TB atau yang diduga menderita TB.
2) Isolasi: Untuk penderita TB paru untuk mencegah penularan dapat dilakukan dengan pemberian pengobatan spesifik sesegera mungkin. Konversi sputum biasanya terjadi dalam 4 – 8 minggu. Pengobatan dan perawatan di Rumah Sakit hanya dilakukan terhadap penderita berat dan bagi penderita yang secara medis dan secara sosial tidak bisa dirawat di rumah.
3) Pencegahan infeksi: Cuci tangan dan praktek menjaga kebersihan rumah harus dipertahankan sebagai kegiatan rutin. Tidak ada tindakan pencegahan khusus untuk barang-barang (piring, sprei, pakaian dan lainnya). Dekontaminasi udara dengan cara ventilasi yang baik dan bisa ditambahkan dengan sinar UV.
4) Karantina: Tidak diperlukan.
5) Penanganan kontak. Di AS terapi preventif selama 3 bulan bila skin tes negatif harus diulang lagi, imunisasi BCG diperlukan bila ada kontak dengan penderita.
6) Investigasi kontak, sumber penularan dan sumber infeksi: Tes PPD direkomendasikan untuk seluruh anggota keluarga bila ada kontak. Bila hasil negatif harus diulang 2-3 bulan kemudian. Lakukan X-ray bila ada gejala yang positif. Terapi preventif bila ada reaksi positif dan memiliki risiko tinggi terjadi TBC aktif (terutama untuk anak usia 5 tahun atau lebih) dan mereka yang kontak dengan penderita HIV (+).
7) Terapi spesifik: Pengawasan Minum obat secara langsung terbukti sangat efektif dalam pengobatan TBC di AS dan telah direkomendasikan untuk diberlakukan di AS.

Yang menjadi sumber penyebaran TBC adalah penderita TBC, hal yang paling efektif adalah mengurangi penderita TBC. Ada dua cara yang dilakukan pada saat ini dalam mengatasi penyebaran, yaitu terapi dan imunisasi. Untuk terapi, WHO merekomendasikan strategi DOTS. Dalam hal ini ada tiga tahapan penting, yaitu mendeteksi pasien, melakukan pengobatan dan melakukan pengawasan secara langsung.

Cara kedua adalah imunisasi. Imunisasi akan memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit TBC. Vaksin TBC, yang dikenal dengan nama BCG (Bacillus Calmette Guerin) terbuat dari bakteri Mycobacteria Tubercolusis Strain BCG. Bakteri ini menyebabkan TBC pada sapi, tapi tidak pada manusia. Vaksin BCG hanya diperlukan sekali seumur hidup. Di Indonesia diberikan kepada balita sebelum berumur dua bulan. BCG tidak dapat mencegah serangan TBC namun memberikan perlindungan kepada anak pada bagian vital lain seperti otak (meningitis tuberkolusis) yang dapat berakibat buruk pada perkembangan otak anak.

Karena sumber penularan TB adalah orang-orang dewasa yang sehari-hari dekat dengan anak, maka mereka lah yang harus ditangani dengan baik dan benar. Jika orangtua mencurigai dirinya atau anggota keluarga (yang serumah) lain memiliki gejala-gejala TBC, segera periksakan ke dokter untuk memastikan apakah menderita TBC aktif atau tidak. Jika ternyata ada yang positif mengidap TBC aktif, tentunya anak harus diberi profilaksis INH, dan orang-orang lain yang tinggal serumah juga harus segera diperiksa kondisi kesehatannya.

Sedangkan orang yang positif mengidap TBC aktif harus dipastikan mengkonsumsi OAT-nya secara teratur sampai masa pengobatannya selesai. Akan lebih baik apabila screening ini dilakukan sebelum bayi lahir atau bahkan sebelum ibu hamil. Imunisasi dengan vaksin BCG sangat penting untuk mengendalikan penyebaran penyakit TBC. Vaksin ini akan memberi tubuh kekebalan aktif terhadap penyakit TBC.

Vaksin ini hanya perlu diberikan sekali seumur hidup, karena pemberian lebih dari sekali pun tidak berpengaruh. Tetapi imunisasi BCG juga tidak sepenuhnya dapat melindungi manusia dari serangan TBC. Tingkat efektivitas vaksin BCG memang ’hanya’ 70-80 %. Beberapa negara maju menetapkan kebijakan tidak perlu imunisasi BCG, cukup mengawasi dengan ketat kelompok yang beresiko tinggi. Tetapi untuk Indonesia, vaksin ini masih sangat dibutuhkan, mengingat posisi Indonesia yang no 3 di dunia sebagai negara dengan jumlah penderita TBC terbanyak.

Vaksin BCG akan sangat efektif bila diberikan segera setelah lahir atau paling lambat 2 bulan setelah lahir (dengan catatan selama itu bayi tidak kontak dengan pengidap TB aktif). Meskipun BCG tidak dapat 100% mencegah TBC paru-paru, tetapi pemberian vaksin ini akan melindungi anak dari bentuk-bentuk TBC yang lebih ganas (meningeal TB dan miliary TB). Anak yang sudah diimunisasi BCG, lalu terinfeksi kuman TB, umumnya tidak berkembang menjadi sakit. Kalaupun sampai berkembang menjadi TB aktif, biasanya perkembangbiakan kuman akan terlokalisir di paru-paru saja (pulmonary TB).

Selain imunisasi, orangtua juga harus memperhatikan asupan gizi anak. Asupan gizi yang baik ditambah imunisasi BCG, diharapkan cukup ampuh menangkal serangan bakteri TB. Kalaupun anak sampai terinfeksi, dampaknya akan lebih ringan. Pengobatan untuk penyakit-penyakit lain selama pengobatan TBC pun sebaiknya harus diatur dokter untuk mencegah efek samping yang lebih serius/berbahaya. Penyakit TBC dapat dicegah dengan cara:
1. Mengurangi kontak dengan penderita penyakit TBC aktif.
2. Menjaga standar hidup yang baik, dengan makanan bergizi, lingkungan yang sehat, dan berolahraga.
3. Pemberian vaksin BCG (untuk mencegah kasus TBC yang lebih berat). Vaksin ini secara rutin diberikan pada semua balita.

Jika batuk anda berkepanjangan, periksakan ke dokter, cek lendir/dahak yang dihasilkan. Sering berjemur dipagi hari sekitar jam 7-8 pagi selama 25-30 menit untuk membuat tubuh berenergi. Jaga kebersihan tubuh dan tangan. selain itu juga hindari kontak langsung dengan orang yang menderita TBC. Perhatikan pola makan yang kaya akan vitamin dan mineral untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh.

0 Response to "TBC Paru : Artikel Tentang TBC Paru"

Silahkan beri komentar dan jangan komentar spam ya. thanks :)